Monday, April 19, 2010

Kopi Tubruk Simbol Pergerakan Nasional

Dari Kompas, Senin, 5 April 2010 hal 33, ditulis oleh Andreas Maryoto

Sebagai penggemar kopi, khususnya kopi dan creamer saya sangat tertarik untuk menggali informasi dan pengetahuan tentang kopi…..
Para penikmat kopi saat ini banyak yang terbuai dengan “kemewahan” berbagai minuman kopi yang dihidangkan ala Italia. Cara menghidangkan kopi tradisional salah satunya adalah kopi tubruk. Kopi tubruk ini sempat menjadi lambang pergerakan nasional ketika mahasiswa Indonesia menimba ilmu di negeri Belanda.

Dalam sebuah pertemuan Perhimpunan Indonesia di Leiden seperti yang diberitakan tanggal 3 Oktober 1927 oleh jurnalis media Bintang Timoer yang tengah melancong ke sejumlah negeri di Eropa, Abdul Rivai, dikisahkan sejumlah mahasiswa Indonesia dari berbagai kota di Belanda seperti Den Haag, Leiden, Delft, Rotterdam dan Wageningen tengah berkumpul.

Dalam pertemuan itu, semua tata cara, kebiasaan dan berbagai atribut diusahakan berciri nasionaal. Beberapa national yang disebut antara lain adalah bahasa Jawa dan Melayu (untuk tidak menyebut Bahasa Belanda), berbagai makanan khas Indonesia dengan cara makan yang tidak menggunakan sendok tapi tangan, mereka bekerja gotong royong dari mulai urusan menyiapkan makanan sampai urusan berish-bersih, dan hanya pakaian yang disebut tidak nationaal.

Dari berbagai makanan dan minuman yang dihidangkan, salah satu yang menarik adalah kopi tubruk.>
Dalam berita Bintang Timoer yang telah dibukukan dengan judul “Student Indonesia di Eropa”, dengan ejaan yang sudah diperbarui itu tertulis, “Kopinya bukan kopi saringan, tetapi kopi tubruk sebab kopi ini katanya nationaal, gulanya gula Jawa. Susu tidak dipakai sebab tidak nationaal. Rokoknya kelobot. Selamatan nationaal ini terus sampai pagi hari”.

Kopi Tubruk

Kopi tubruk adalah minuman kopi khas Indonesia yang penyajianya mirip dengan kopi Turki. Kopi tubruk terbuat dari bubuk kopi yang dijerang bersama dengan gula (dulu menggunakan gula batu). Kopi ini terkenal di jawa, Bali dan sekitarnya.

Dari berbagai sumber tentang cara menghidangkan minuman kopi, dikenal empat cara yaitu dengan pemanasan, perencaman, gravitasi dan tekanan.
Kopi tubruk itu sendiri termasuk ke dalam cara menghidangkan kopi dengan pemanasan. Cara ini merupakan cara yang sederhana, yaitu mencampur kopi dengan gula kemudian diberi air panas. Untuk mendapatkan pencampuran yang baik dilakukan pengadukan. Cirri khas kopi ini adalah adanya endapan kopi di dalam cangkir atau gelas.

“Pemanasan itu untuk mengekstraksi, mengeluarkan senyawa volatile klorogenat yang membuat aroma khas kopi itu muncul. Semakin panas air semaikin muncul aromanya. Untuk mendapat kopi yang enak, sebaiknya tidak langsung ditaruh gula dulu. Biarkan bubuk kopi dan air panas bercampur hingga aroma itu muncul. Baru setelah itu diaduk dengan gula, “ kata penikmat kopi dan ahli pangan dari Universitas Santo Thomas, Medan, Posman Sibuea.

Sayang sekali kopi tubruk ini kemudian kalah popular dengan berbagai minuman kopi yang dihidangkan ala Italia. Pembuatan minuman kopi ala Italia ini muncul setelah teknik penghidangan dengan menggunakan tekanan atau lebih dikenal dengan nama espresso pada awal abad ke-20. Dari pengembangan pembuatan minuman ini kemudian muncul mesin espresso yang dipatenkan oleh Luigi Bezerra pada tahun 1901. Selanjutnya pengembangan dari karya Bezerra ini muncul mesin kopi espresso. Dari kopi espresso ini kemudian dikembangaan minuman kopi seperti latte, capucino, macchiato, moka dll.

Tersingkir
Persoalan pilihan gaya hidup sangat mungkin menjadikan kopi tubruk terseingkir. Di warung kopi pun kebanyakan munuman kopi disajikan dengan menyaring endapannya. Tak sedikit pula yang membuat kopi dengan menggunakan kopi instan yang memang tidak memunculkan endapan kasar di bagian bawah cangkir.

Apalagi kalau kita melihat pilihan minuman kopi warga perkotaan, yang lebih dikenal adalah latte, capucino, macchiato dan moka, sehingga kopi tubruk maikin terpinggirkan. Mengapa demikian ?
Pertama, sesuatu yang jamak mereka merasa lebih bangga bila makan atau minum sesuatu yang berasal dari luar negeri. Gengsi sepertinya naik ketika minuman mulai masuk ke mulut. Sepertinya meski kita sudah bebbas dari penjajahan, penjajahan lidah masih terjadi. Malah dalamhal pilihan gaya hidup, kita yang mengundang penjajah itu.

Kedua, memang harus diakui kopi tubruk relatif tidak praktis. Para peminum kopi tubruk kadang harus mengelap bibir karena lumpur kopi itu kadang tersisa di bibir. Peminum kopi tubruk kadang juga harus berhati-hati agar endapatn lumpur itu tidak ikut terminum.

Akan tetapi, apa pun kenyataannya, istilah koopi tubruk terkenal di sejumlah sumber yang membahas mengenai penyajian kopi. Nah, menjadi aneh kalau kita sendiri meninggalkan kuliner itu. Apalagi kopi tubruk memiliki sejarah yang terkait dengan pergerakan nasional menuju kemerdekaan negeri ini.
“Kopi tubruk is an Indonesian-style coffe similar in presentation to Turkish coffee. Hoever, kopi tubruk is made from coarse coffee grounds, and is boiled together with a solid lump of sugar. It is popular on the islands of Java and Bali and their surroundings”.

No comments: