Saturday, March 20, 2010

Semakin Miskin Karena Rokok

Indonesia adalah satu-satunya Negara di Asia Tenggara yang tidak menandatangani kesepakatan WHO untuk menghentikan kebiasaan meroko. Alasannya karena industry tembakau local menyediakan ratusan ribu lapangan kerja dan pajak dari rokok menyumbang 10-30 persen pendapatan pemerintah.

Ada fakta menarik tentang perilaku merokok masyarkaat kelas bawah kita.
Berdasarkan survey Lembaga Demografi FE UI, Satu dari dua rumah tangga miskin mengalokasikan 20% pendapatannya untuk merokok. Hasil penelitian lain menyebutkan dalam sebulan orang miskin Indonesia membelanjakan uang untuk rokok Rp 117 ribu. Angka ini lebih besar dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang besarnya Rp 100 ribu per bulan. Tak heran bila BLT oleh orang miskin mungkin separonya dibelikan rokok.

Survey juga menunjukkan pengeluaran orang miskin untuk rokok 17 kali dibandingkan membeli daging, 15 kali dibandingkan pengeluaran kesehatan dan 9 kali dibanding untuk pendidikan. Itulah mungkin sebabnya orang miskin susah membiayai pendidikan dan tidak bisa menyantap makanan bergizi gara-gara rokok. Tak hanya menggerogoti paru-paru, rokok juga ternyata membuat orang miskin Indonesia semakin miskin. Bayangkan, penduduk miskin Indonesia rela menahan lapar demi rokok. Penelitian dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menyebutkan, 40% perokok Indonesia berasal dari kelompok berpenghasilan kecil.


Fakta-fakta mengerikan ini tidak terlepas dari sangat murahnya harga rokok di Indonesia dibandingkan negera-negara lain, sehingga kelas bawah atau masyarakat miskin dapat membelinya. Hanya dengan 10 ribu rupiah sja, orang Indonesia bisa membeli rokok bahkan bias membelinya secara batangan dengan harga yang murah.
Selain menggerogoti dompet, rokok juga menyebabkan kematian nomor 3 di Indonesia. Yayasan Kanker Indonesia mencatat saat ini kanker paru-paru menduduki urutan ketiga setelah kanker serviks dan kanker payudara. Padahal dulu kanker paru-paru menempati urutan kelima. Diketahui pula 9 dari 10 pengidap kanker paru-paru adalah perokok dan 6 diantaranya adalah dari kalangan tak berpunya. Jadi lengkaplah sudah segala keterpurukan itu. Sudahlah miskin, tak sehat, mengidap kanker pula….

Makanya fatwa rokok haram oleh Muhammadiyah perlu dilihat lebih dalam, karena banyak sekali pertimbangan yang digunakan sebelum sampai disepakati fatwa itu oleh para ulama. Mungkin pula hal ini merupakan bentuk upaya masyarakat muslim (Muhammadiyah) untuk peduli terhadap keterpurukan masyarakat miskin yang disebabkan rokok, sehingga diperlukan upaya agama untuk menanganinya.

Memang perlu usaha keras dari banyajk pihak untk mengentaskan persoalan rokok ini. Pemerintah harus membuat atuaran ketat tentang rokok, menjadikannya berharga mahal sehingga tak terjangkau untuk orang miskin, membebani industry rokok dengan pajak tinggi (walau ini tak menyelesaikan masalah), menggalakkan terus larangan merokok di tempat umum dan kegiatan sosialisasi. Yang terpenting lagi adalah adanya upaya yang timbul dari diri para perokok untuk lebih meningkatkan rasa cinta mereka kepada keluarga. Kekuatan cinta ini – terutama dari anggota keluarga perokok – diperlukan untuk saling mengingatkan bahwa merokok tidak hanya membahayakan kesehatan, tapi juga mempertebal kemiskinan.

Sumber: Republika, 19 Maret 2010.

No comments: