Gertak sambal, pada dasarnya merupakan salah satu bentuk komunikasi. Gaya gertak sambal yang cenderung menggebrak, mengancam dan menuntut dalam prakteknya dapat berfungsi efektif dan juga tidak efektif. Komunikasi gaya ini pada dasarnya dapat digunakan bila sang komunikator memiliki keinginan yang kuat agar pihak lain atau komunikan dapat melaksanakan apa yang dimaunya itu, dan dengan alasan tertentu, gaya komunikasi saat ini cenderung dilakukan di kancah politik kita…., bahkan walaupun dalam keseharian, jangan-jangan kita juga sering menggunakannya.
Fear-arousing communication (FAC) atau diterjemahkan sebagai komunikasi gertak sambal adalah komunikasi yang membangkitkan rasa takut oleh komunikator kepada pihak komunikan. Sumber dari Media Indonesia pagi ini (9 Maret 2010), ditulis oleh Prof. Dr. Tjipta Lesmana, MA (Pakar komunikasi politik)menyampaikan beberapa contoh berikut ini.
Iklan-iklan antirokok sebenarnya contoh dari FAC yang gambling. “Jangan merokok. Jika Anda bandel, nyaa Anda akan pendek”, demikian bunyi salah satu iklan antirokok. Dimana-mana kita juba membaca slogan memerangi narkotika dan seks bebas “Narkotika berarti maut”, “Awas! Seks bebas berarti AIDS, dan AIDS juga berarti kematian”.
Anehnya iklan-iklan itu kurang efektif. Jutaan orang berkata, “Bapak saya perokok, namun sekarang masih sehat dengan usia 85 tahun”. Di Indonesia, semakin kencang gerakan memerangi narkotika, kejahatan ini juga semakin menggila.
Di bidang politik, FAC lebih tidak efektif lagi. Baik pengalaman Negara kita, maupun Negara lain, FAC lebih sering tidak efektif. Yang paling hangat saja, semakin lama bola Pansus Century bergulir, makin cemas para petinggi Partai Demokrat; mungkin juga Presiden. Sejak itu FAC mulai digulirkan. Makin lama, gempuran FAC terhadap lawan politik presiden khususnya para mitra koalisi, semakin keras. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk mengancam mereka supaya jangan lepas dari koalisi, supaya persepsi tentang kasus Bank Century sama. Materi FAC itu awalnya tekait reshuffle kabitnet, supaya peresiden mencopot menteri-menteri koalisi yang mbalelo. Setelah itu kasus pajak muncul. Mendadak, kasus Bactiar Chamsah, politisi PPP yang dijadikan tersangka KPK, dan puluhan anggota DPR khususnya Fraksi PDIP dilaporkan KPK untuk kasus Miranda Goeltom, dll. Dan semakin dekat hari-H pansus, pihak Demokrat makin kencang menggeber kasus-kasus yang tujuannya agar lawan takut dan diharapkan takluk.
Fear-arousing communication, untuk bisa efektif harus memenuhi sejumlah persyaratan. Syarat pokok FAC adalah: (1) komunikan percaya sekali bahwa komunikator memang memiliki kemampuan untuk ‘mematikan’ mereka, (2) komunikator memiliki kekuasaan jauh lebih besar daripada komunikan, (3) sudah ada pengalaman sebelumnya bahwa komunikator tidak pernah ragu menggedor komunikan.
Faktor paling besar yang membuat FAC tidak efektif adalah bahwa komunikan yakin bahwa ancaman komunikator tidak lebih gertak sambal belaka. Selanjutnya dari drama politik Century maka ada beberapa hal yang menurut Prof Tjipta Lesmana, dapat dijadikan pelajaran.
Pertama, semakin keras ancaraman yang Anda lemparkan, ada kemungkinan perlawanan pun semakin keras. Bukan rasa takut yang dihasilkan – sebagaimana asumsi FAC – tapi resistensi yang semakin keras. Orang jadi berbalik nekat.
Kedua, komunikasi FAC tidak bisa dilancarkan lama-lama, apalagi samap 1-2 bulan. Sekali Anda lemparkan, dan ketika Anda melihat efektivitasnya diragukan, ketika itu juga Anda harus menjatuhkan hukuman sebagaimana yang Anda anamkan. Gebraaaaaak!!!, begitu selanjutnya tulisan pagi ini mengatakan. Lawan komunikasi pun terperangah dan yakin bahwa Anda tidak main-main. Jika tidak bertindak sekeras dan secapat itu, komunikan atau khalayak akan menilai ancaman
Anda tidak lebih Cuma gertak sambal!.
(ditulis kembali dari Media Indonesia, 9-3-2010 sebagai tambahan referensi bidan komunikasi).
No comments:
Post a Comment