Thursday, July 19, 2007

Artikel Kontan Mei 2006

BAGAIMANA MENYIASATI AGUNAN KREDIT
Oleh: Nina Kurnia Dewi*
Anda seorang pengusaha mikro, kecil, menengah atau pengurus koperasi? Masih ingat kapan terakhir mengajukan kredit ke bank atau lembaga penyalur kredit lainnya? Agunan, mungkin menjadi pertanyaan yang sampai sekarang belum Anda temukan jawabannya.
Akses Permodalan Selama ini, para pengusaha mikro, kecil, menengah atau koperasi (UKMK) kita umumnya masih sulit meningkatkan kapasitas usaha akibat kurangnya modal. Akses terhadap pembiayaan hingga saat ini masih dianggap sebagai hambatan bagi UKMK untuk dapat tumbuh dan sukses. Bagi sebagian besar UKMK, perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya masih dianggap sangat sulit diakses. Untuk dapat memperoleh kredit, perbankan atau lembaga penyalur pembiayaan lain dianggap masih memiliki syarat yang mengikat dan prosedur yang tidak mudah.



Dalam memenuhi syarat perbankan, sebenarnya UKMK kita masih banyak yang terkendala pada agunan atau jaminan kredit. Hal ini menjadi menakutkan, karena pelaku UKMK lebih banyak yang hanya memiliki semangat dan harapan. Kewajiban penyediaan agunan kredit yang cukup, menjadi hal yang membuat para pengusaha UKMK enggan mengunjungi bank, terutama bila kebutuhan modal kerja sangat bersifat singkat, misalnya hanya untuk memenuhi pesanan yang sangat bersifat transaksional.

Sebaliknya pada sisi perbankan/lembaga lain penyedia kredit, terdapat kesulitan untuk menjangkau UKMK sebagai sasaran kredit. Kesulitan tersebut diantaranya adalah karena minimnya informasi tentang kinerja dan kemampuan UKMK, serta azas kehati-hatian yang tetap menjadi prioritas. Secara teknis kesulitan perbankan untuk dapat menyalurkan kreditnya kepada UKMK adalah karena tidak tersedianya riwayat kredit (credit record) UKMK dan tidak cukupnya agunan yang dimiliki UKMK sebagai salah satu syarat memperoleh kredit/pembiayaan.
Melihat dua perspektif di atas, terdapat satu kendala yang sama yang dihadapi oleh UKMK dan lembaga keuangan penyedia kredit yaitu ketersediaan agunan kredit.
Kembali ke pertanyaan di awal artikel ini, agunan mungkin adalah sebuah syarat yang cukup ditakuti kalangan pengusaha UKMK seperti Anda. Namun demikian sebenarnya ada sebuah jasa layanan yang dapat menyiasati kesulitan Anda ini.
Penjaminan Kredit Penjaminan kredit adalah jasa layanan yang diberikan kepada UKMK yang menghadapi kendala agunan dalam memperoleh fasilitas pembiayaan/kredit dari perbankan. Penjaminan kredit pada intinya adalah upaya menyakinkan pihak bank/lembaga keuangan penyalur kredit dalam memberikan kredit kepada UKMK yang memiliki usaha dan prospek yang baik, namun tidak memiliki jaminan yang memadai. Dengan kata lain, penjaminan kredit merupakan jembatan bagi mereka yang feasible (layak usaha) namun belum bankable (belum layak kredit).
Produk yang ditawarkan jasa penjaminan kredit adalah pemberian jaminan kepada pihak kreditur atas kredit yang disalurkan kepada UKMK akibat tidak dipenuhinya syarat agunan sebagaimana ditetapkan oleh kreditur tersebut.
Dalam praktek penjaminan kredit, terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat, yaitu debitur sebagai terjamin, kreditur atau penyedia kredit sebagai penerima jaminan dan lembaga penjaminan kredit atau penjamin. Sedangkan peran penjaminan bagi UKMK adalah pengambilalihan sementara risiko kegagalan UKMK sebagai pihak terjamin, dalam hal pelunasan pinjaman yang diterima dari kreditur. Dalam hal ini kewajiban UKMK kepada bank/lembaga penyedia kredit sebagai penerima jaminan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Namun demikian, karena hutang bersifat melekat pada seseorang atau badan hukum, maka setelah dibayarnya sisa kewajiban tertunggak pengusaha kepada krediturnya oleh pihak penjamin, selanjutnya akan muncul hutang subrogasi. Hutang subrogasi ini mewajibkan pengusaha untuk membayar kembali talangan hutang tersebut kepada pihak penjamin kredit.
Beberapa prinsip penjaminan kredit adalah sebagai berikut:
1. Supplementary System: Penjaminan kredit adalah pelengkap suatu perkreditan, oleh sebab itu penjaminan hanya diberikan apabila dikehendaki oleh kreditur dan debitur.
2. Kelayakan Usaha: Penjaminan kredit diberikan hanya apabila kreditur dan penjamin berpendapat bahwa usaha/proyek layak untuk dibiayai. Apabila salah satu pihak menyatakan tidak layak maka penjaminan kredit tidak dapat diberikan.
3. Pengganti Agunan: Penjaminan kredit dapat diberikan apabila agunan yang disediakan calon debitur tidak mencukupi sebagaimana disyaratkan oleh perbankan/penyalur kredit.
4. Piutang Subrogasi: Subrogasi adalah pengalihan utang sejumlah klaim yang dibayar oleh penjamin kepada kreditur atas kemacetan kredit debitur, dari yang semula utang debitur kepada kreditur menjadi utang debitur kepada penjamin kredit. Penarikan piutang subrogasi ini tetap menjadi kewajiban kreditur.
Lembaga Penjaminan Kredit (LPK) Lembaga penjaminan kredit (LPK) adalah sebuah lembaga yang memberikan layanan penjaminan kredit bagi UKMK. Secara umum LPK memfokuskan layanan penjaminan kredit bagi dunia usaha (UKMK), dengan kriteria yang pada dasarnya sama dengan kriteria calon debitur yang ditetapkan oleh perbankan/ penyalur kredit. Namun demikian bagi perorangan atau mereka yang berpenghasilan tetap dan tergabung dalam koperasi, dapat saja memanfaatkan jasa penjaminan kredit ini. Sebut saja dokter, bidan atau profesi lain yang membutuhkan kredit untuk menunjang kegiatan profesinya dengan dana kredit.
Jenis kredit UKMK yang dapat dijamin LPK meliputi kredit uang (cash loan) termasuk fasilitas non cash loan perbankan seperti Bank Garansi atau L/C Impor, maupun kredit barang yang disediakan oleh lembaga lain. Sedangkan penggunaan kredit meliputi modal kerja, investasi atau pembiayaan multiguna.
Sebagai sebuah pelengkap perkreditan, penjaminan kredit mendukung akses UKMK kepada pembiayaan dengan penyediaan coverage penjaminan maksimal sebesar 75% atau sesuai kebutuhan. Besaran penjaminan yang tidak 100% tersebut adalah untuk menghindari kemungkinan kegagalan kredit karena moral hazard dari pengusaha atau terjamin. Selanjutnya sebagai konsekuensi atas pemberian jasa penjaminan kredit, maka LPK berhak menerima imbal jasa atau fee penjaminan dari pengusaha yang memanfaatkan jasanya. Kisaran besarnya fee penjaminan adalah 1,5 – 2% per tahun dan dibayarkan pada awal kredit.
Karena penjaminan kredit melibatkan 3 pihak, maka pengajuan penjaminan kredit kepada LPK dilakukan oleh calon Terjamin (UKMK) dan calon penerima jaminan (bank/penyedia kredit). Dalam praktek, pengusaha mengajukan permohonan kreditnya dahulu kepada lembaga penyalur kredit, dan selanjutnya atas kurangnya kelengkapan teknis perbankan (agunan), pengusaha dan bank/lembaga penyedia kredit mengajukan permohonan penjaminan kredit kepada LPK. Dengan kemitraan penjaminan ini, pada dasarnya LPK memberikan manfaat sekaligus bagi Terjamin maupun bagi bank/penyedia kredit. Bagi terjamin, LPK menjembatani akses mereka kepada pembiayaan. Sedangkan bagi bank/lembaga penyalur kredit, LPK membantu mengurangi risiko kredit, mendukung meningkatnya penyaluran kredit dan peningkatan keuntungan.
LPK telah ada di banyak negara, terutama yang mendukung pengembangan UKMK sebagai aktor utama penggerak perekonomian. Beberapa negara maju yang menerapkan sistem penjaminan kredit adalah Jerman, Amerika, Austria, Perancis, Italia, Belanda, Inggris, Belgia, Spanyol dan Kanada. Sedangkan negara di Asia adalah Jepang, Korea, Taiwan, India, Thailand, PNG, Malaysia, Philipina, Nepal, Sri Lanka dan Indonesia.
Di Indonesia sendiri, dalam sistem keuangan yang ada, lembaga penjaminan kredit ini termasuk sub-sistem lembaga keuangan bukan bank. Karena fokus usahanya sebagai pelengkap perkreditan, perusahaan yang bergerak di bisnis penjaminan ini tidaklah banyak dan umumnya masih berplat merah (BUMN).
Kegiatan penjaminan kredit melalui LPK di Indonesia telah ada sejak tahun 1970, dengan pembentukan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK), sebuah lembaga penjaminan kredit yang merupakan cikal bakal bagi Perum Pengembangan Keuangan Koperasi (Perum PKK) yang kemudian berkembang menjadi Perum Sarana Pengembangan Usaha (Perum Sarana atau Perum SPU) pada tahun 2000. Selanjutnya dapat disebutkan PT Askrindo, PT ASEI dan PT PKPI (perusahaan swasta) yang juga menyediakan jasa penjaminan kredit.
Secara kelembagaan, LPK di Indonesia masih sangat terbatas dalam hal kepemilikan modal. Sebagai lembaga yang di banyak negara telah terbukti dapat mendongkrak berkembangnya perekonomian melalui pengembangan UKMK, sistem penjaminan dan LPK di Indonesia belum memiliki landasan hukum yang kuat, seperti adanya Undang-undang. Hal ini menyebabkan peranan lembaga penjamin kredit dalam proses intermediasi keuangan menjadi kurang signifikan. Tidak hanya itu. Keberadaan LPK yang jelas berpihak pada UKMK, sampai saat ini dapat dikatakan masih terbatas karena daya jangkau lembaga penjaminan kredit tersebut juga belum mencapai seluruh pelosok tanah air.
Lepas dari belum populernya keberadaan lembaga ini, paling tidak bagi Anda pelaku UKMK, tulisan ini memberikan jawaban bahwa kesulitan agunan Anda untuk perkreditan, ada solusinya.

* Penulis adalah pemerhati UKMK, bekerja pada sebuah lembaga penjaminan kredit

No comments: